REPUBLIKA.CO.ID,BANDAR LAMPUNG -- Telah lama warga Desa Tejang, Pulau Sebesi, Lampung harus bergelapan malam hari. Aliran listrik di pulau yang berdekatan dengan Gunung Anak Krakatau hanya menyala petang sampai tengah malam, selebihnya listrik padam.
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang ada di pulau tersebut, sangat bergantung dengan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar. Ketika terlambat mengambil stok BBM di Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, pemukiman warga otomatis gelap gulita.
PLTD tersebut hanya dapat melayani kebutuhan listrik warga di Pulau Sebesi dari pukul 18.00 hingga 24.00 WIB. Selebihnya, warga terpaksa menggunakan lampu emergency atau aki mobil, dan juga mesin generator hingga waktu Subuh.
Warga setempat hanya menikmati jatah penerangan listrik setengah malam saja. Pasalnya, PLTD hanya mengkonsumsi jatah solar terbatas tidak sampai pada pag hari.
“Sebulan PLTD menghabiskan 22 sampai 23 drum solar,” kata Arifin (58 tahun), petuga PTLD Pulau Sebesi, yang juga tokoh masyarakat Desa Tejang kepada Republika, Senin (21/10).
Satu drum berisi 22 liter solar, sehingga kebutuhan sebanyak 22 drum dari petang sampai tengah malam membutuhkan 440 liter solar per bulan, sedangkan per malam sekira 15 liter. Menurut Arifin, PLTD hanya mampu membianyai dengan dana subsidi semalam 15 liter.
Ia mengatakan, selain membutuhkan BBM, pemeliharaan mesih diesel PLTD juga memerlukan biaya perawatan. Biaya pemeliharaan mesin PLTD juga sangat besar, tidak mungkin mesin bekerja selama 24 jam, sehingga perlu dibatasi masa operasional sampai lima jam saja.
Bertahun-tahun merindukan listrik menyala 24 jam, namun masih sebatas impian warga. Desa Tejang yang memiliki empat dusun dengan penduduk 700 kepala keluarga dan penghuninya sekira 3.000 jiwa. Sampai sekarang warga Pulau Sebesi masih merindukan listrik sehari semalam, agar usaha perikanan nelayan berkembang.
“Kami berharap Pak Jokowi segera merealisasikan program Indonesia Terang di Pulau Sebesi. Kami sudah lama mendambakan listrik kami sehari semalam menyala,” kata Muhammad Yusuf (57), tokoh masyarakat Dusus Regahan Lada III, Desa Tejang.
Ia mengatakan selama ini warga Pulau Sebesi mengandalkan listrik tenaga diesel yang hanya melayani kebutuhan listrik warga dari Maghrib hingga pukul 23.45 WIB. Sedangkan siang hari, warga tidak menggunakan listrik sama sekali.
Padahal, ungkap Yusuf yang juga nelayan, warga Pulau Sebesi dapat mengusahakan hasil tangkapan ikannya disimpan terlebih dulu menggunakan es batu, kemudian dijual ke luar pulau. “Bagaimana mau membuat es batu, kalau kulkas hanya hidup lima jam, setelah itu mati,” tuturnya.
Adanya aliran listrik 24 jam, ujar dia, warga dapat meningkatkan tarif perekonomiannya dari hasil melaut. Ikan-ikan yang didapat di laut dapat disimpan, dan dibuat aneka makanan lainnya, agar dapat menambah pendapatan rumah tangga warga.
Heri (38), guru honorer di SDN Desa Tejang Pulau Sebesi, berharap kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin lima tahun ke depan dapat menghidupkan listrik di Pulau Sebesi siang dan malam. Selama ini, siswa SD dan SMP di pulau tidak dapat belajar berkenaan dengan materi ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Sekarang sudah era teknologi, tapi listrik hanya malam hari menyala. Sedangkan pelajaran sudah harus menggunakan alat elektronik seperti komputer, televisi, radio, atau proyektor,” kata Heri yang sudah menjadi guru honorer 10 tahun.
Menurut dia, pada kepemimpinan Joko Widodo lima tahun sebelumnya telah memprogramkan agar Indonesia Terang termasuk di pulau-pulau terpencil. Tapi, ujar dia, kenyataannya Pulau Sebesi yang masih dinilai belum terpencil, listriknya masih terbatas setengah malam hari saja.
"listrik" - Google Berita
October 22, 2019 at 03:00AM
https://ift.tt/31APjYC
Warga Pulau Sebesi Menanti Listrik 24 Jam - Republika Online
"listrik" - Google Berita
https://ift.tt/2I79PZZ
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Warga Pulau Sebesi Menanti Listrik 24 Jam - Republika Online"
Post a Comment