JAKARTA, KOMPAS.com — Pemadaman listrik secara massal (blackout) di sebagian wilayah RI menjadi topik hangat yang mewarnai tahun 2019. Bisa dibilang, blackout listrik ini menjadi catatan bersejarah, khususnya bagi Perusahaan Listrik Negara ( PLN).
Sebab, pemadaman listrik yang melanda wilayah Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat pada 4 Agustus 2019 terjadi setelah 22 tahun lalu, yakni tahun 1997.
"Blackout ini pernah terjadi tahun 1997. Itu pertama kali sistem blackout Jawa-Bali," kata Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Raharjo Abumanan dalam konferensi pers, Minggu (4/8/2019).
Baca juga: Menteri Rini Akhirnya Bicara soal Blackout, Minta Maaf dan Kasih PR ke PLN
Namun, bila dilihat dari wilayah RI keseluruhan, blackout pernah terjadi di wilayah Jawa Timur tahun 2018. Kejadian itu merupakan blackout parsial. Artinya, wilayah yang terdampak hanya di wilayah Jawa Timur.
1. Kronologi
Kemudian meluas dan memengaruhi sirkuit Depok-Tasikmalaya sehingga terjadi gangguan listrik pada tiga SUTET secara bersamaan yang dikenal dengan istilah N minus 3. Hal inilah yang menyebabkan pemadaman serentak di sebagian wilayah barat Indonesia terjadi.
"Dua sirkuit yang di atas ini gangguan. Nah, ketika gangguan mengarah ke N minus 3 tadi tegangan turun. Akhirnya sirkuitnya terlepas dan terpisah sistem listrik antara Barat dan Timur. Inilah yang menyebabkan listrik di bagian Barat mati, sementara Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali menyala," jelas Djoko.
Padamnya listrik belasan jam secara serentak itu membuat sistem lumpuh seketika. Sistem yang mengandalkan tegangan listrik sebagai penggerak utama, seperti KRL, MRT, dan lift di gedung-gedung, tak bisa beroperasi sejak listrik padam pukul 11.45 WIB.
Padamnya listrik juga membuat ekonomi digital terasa lumpuh. Sejak Minggu siang, banyak minimarket, UKM yang mengandalkan listrik dan pembayaran digital, restoran, ojek online, serta pedagang pinggir jalan tidak bisa mencari pundi-pundi uang.
Bahkan, pom bensin seperti Pertamina terlihat gelap di beberapa wilayah. Mesin anjungan tunai mandiri (ATM) perbankan yang sepenuhnya mengandalkan listrik tak bisa beroperasi. Warga yang tak membawa uang tunai pun kelimpungan.
Netizen di jagat medsos bereaksi. Banyak yang mengeluh dan kesal karena lamanya pemadaman listrik. PLN dianggap tak becus dan tak belajar dari kesalahan. Menurut mereka, PLN seharusnya mampu memutakhirkan pelayanannya karena kejadian ini pernah terjadi 22 tahun yang lalu, tepat pada tahun 1997.
Baca juga: Plt Dirut PLN: Kejadian Blackout Jadi Pelajaran Kami...
2. PLN lakukan penstabilan
Untuk memulihkan listrik, PLN memasok aliran listrik dari wilayah Jawa Timur yang tidak terdampak ke PLTA Saguling dan PLTA Cirata. Kemudian, dua PLTA itu mengalirkan pasokan listrik dari Timur ke Barat menuju PLTU Suralaya melalui GITET Cibinong, Depok, Gandul, Lengkong, Balaraja, dan Suralaya.
"Selain itu, GITET Gandul akan menyalurkan listrik ke PLTGU Muara Karang untuk memasok aliran listrik ke DKI Jakarta," ucap Sripeni.
Dengan mengalirkan listrik tersebut, PLN memperkirakan listrik akan kembali normal secara keseluruhan pada malam harinya, yakni pukul 19.27 WIB. Setidaknya, pemadaman tak akan berlangsung hingga sehari setelahnya.
Namun, waktu itu sebagian daerah masih mengeluhkan padamnya listrik hingga hari berikutnya pada Senin (5/8/2019) pagi.
Sripeni mengatakan, pihaknya tengah memaksimalkan pemulihan. Diperkirakan, hari Senin sekitar pukul 16.00 WIB listrik sudah normal 100 persen.
Ternyata beberapa wilayah seperti sebagian Cibarusah masih saja belum teraliri listrik hingga menjelang pukul 18.00 WIB. Namun, per hari Selasa (6/8/2019), listrik dinyatakan normal kembali 100 persen.
Baca juga: Pemadaman Listrik Bisa Jadi Sinyal Buruk Investasi di Indonesia
3. Investigasi penyebab blackout
Selain menginvestigasi, Sripeni akan melakukan perbaikan secara signifikan, salah satunya dengan menggandeng perguruan tinggi untuk meningkatkan kapasitas kesisteman listrik.
"Kami juga punya kerja sama dengan perguruan tinggi untuk meningkatkan kapasitas kesisteman listrik kami," ungkap Inten.
Yang pasti pada saat itu, pihak PLN membantah padamnya listrik karena adanya sabotase dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Kejadian ini murni kesalahan teknis.
Untuk menghindari blackout terjadi lagi, PLN saat ini tengah mengatur aliran listrik Jawa 7 dan Jawa 8 untuk Jawa Barat. Tujuannya agar beban listrik di Jawa Barat bisa tercukupi dengan aliran listrik tersebut.
"Dengan adanya aliran listrik baru itu, kita berharap kebutuhan listrik Jawa Barat tidak dialiri dari sisi Timur melulu. Kami harap nanti beban yang ada di Barat bisa dicukupi di Barat. Ini yang kita harapkan dengan masuknya aliran baru itu, titik kritis bisa dikurangi," sebut Djoko.
Tak hanya itu, MRT pun disinyalir akan mampu beroperasi bila blackout terjadi lagi di kemudian hari. Pasalnya, PLN memang telah membuat empat aliran listrik cadangan untuk MRT.
Namun, cadangan yang harusnya berjalan saat listrik blackout adalah cadangan keempat, yaitu PLTG di daerah Senayan. Sayangnya, PLTG tersebut masih dalam tahap pengujian. PLN meyakinkan, proses fisik pembangunan telah mencapai 90 persen
"PLTG itu memang harusnya mem-back up MRT. PLTG itu back up keempat untuk MRT, sedangkan back up kesatu sampai ketiga itu ada di gardu-gardu induk yang akan men-support ke sistem listriknya MRT. Tentunya, yang harusnya jalan saat kondisi ini adalah back up keempat. Tapi saat ini pembangunannya masih dalam proses," ungkap Sripeni.
Pemadaman listrik yang terjadi pada hari itu membuat Plt Dirut dan jajaran direksi lainnya meminta maaf seluas-luasnya kepada seluruh rakyat Indonesia. Pun memberikan kompensasi kepada warga terdampak.
"Sekali lagi izinkan kami sebagai manajemen PLN meminta maaf yang seluas-luasnya kepada pelanggan PLN," ucap Sripeni.
Baca juga: Berapa Besaran Kompensasi Bagi Konsumen yang Kena Pemadaman Listrik PLN?
4. Jokowi marah
Senin (5/8/2019) pagi sekitar pukul 08.45 WIB, Presiden RI Joko Widodo terlihat tengah menyambangi Kantor Pusat PLN. Ia didampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Kedatangannya ke Kantor Pusat PLN tak lain untuk meminta penjelasan Plt Dirut PLN mengenai pemadaman listrik di Jabodetabek dan sebagian wilayah Pulau Jawa.
Namun, seusai mendapat penjelasan dari Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PT PLN Sripeni Inten Cahyani, Jokowi terlihat marah menggunakan kalimat "orang pintar".
"Pertanyaan saya, Bapak, Ibu, semuanya kan orang pintar-pintar, apalagi urusan listrik dan sudah bertahun-tahun. Apakah tidak dihitung, apakah tidak dikalkukasi kalau akan ada kejadian-kejadian sehingga kita tahu sebelumnya. Kok tahu-tahu drop," kata dia.
Dia pun meminta PLN segera membenahi masalah ini sehingga blackout tidak terjadi lagi di kemudian hari dan langsung pergi dari kantor itu. Apalagi, RI masih sangat bergantung pada listrik sehingga kebutuhannya mendesak.
Menariknya, diksi orang-orang pintar yang digunakan Jokowi menarik perhatian publik. Ahli bahasa dan sastra Jawa dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof Sahid Teguh Widodo menyebutkan, tindakan Jokowi mencerminkan budaya sebagai seorang Jawa.
“Jawa itu tempatnya hal-hal semu atau tidak jelas, tapi untuk keperluan yang sangat jelas. Artinya, sesuatu yang jelas itu diumpamakan menggunakan kata-kata yang lain, yang sifatnya kadang malah justru indah, tapi sebenarnya untuk memukul,” kata Sahid.
Melihat diksi "orang-orang pintar" yang digunakan Jokowi, menurut Sahid, ada arti mendalam di baliknya.
“Dalam konsepsi Jawa tradisional, ‘wong pinter’ itu, pertama, artinya orang yang sepuh (matang), orang yang ono babagan sak kabehe (segala sesuatu ada di dia). Dua, wong kang ngerti sak durunging winaras (mengetahui segala hal sebelum terjadi),” jelas Sahid.
Artinya, orang pintar bisa membaca tanda-tanda sebelum terjadinya sesuatu sehingga dapat melakukan tindakan antisipatif untuk menghindari sesuatu yang fatal.
“Orang yang tidak pernah terlena, orang yang selalu eling lan waspodo (ingat dan waspada), tunduk, takluk, dan sami’na wa ato’na (mendengar dan patuh) dalam tugas-tugasnya,” tambah Sahid.
Baca juga: Usai Dengar Penjelasan Plt Dirut PLN, Jokowi Marah dan Langsung Pergi
5. Pemberian kompensasi
PLN menyiapkan kompensasi sebesar Rp 840 miliar. Angka kompensasi tersebut dinilai bisa untuk membeli dua gardu induk. Tiap-tiap gardu induk mampu melistriki dua kabupaten di luar Pulau Jawa.
Vice President Public Relation PLN Dwi Suryo Abdullah mengatakan, kompensasi ini diberikan bagi pelanggan pascabayar dan pelanggan prabayar. Bagi pelanggan pascabayar, kompensasi diberikan saat melakukan pembayaran listrik pada bulan September untuk tagihan bulan Agustus 2019.
Sementara bagi pelanggan prabayar, kompensasi diberikan saat membeli token listrik. Bukan berupa uang seutuhnya, kompensasi diberikan dalam bentuk tambahan daya.
"Ketika pelanggan pascabayar membayarkan tagihan listrik bulan Agustus yang dibayarkan per 1 September, atau hari ini, atau seterusnya, itu tagihannya nanti akan dikurangi. Yang prabayar, bila pelanggan membeli token maka akan ditambahkan sejumlah kwh. Jadi, istilahnya kompensasi itu bukannya cair, tapi diberikan," kata Dwi Suryo Abdullah.
Saat ini, kejadian blackout hingga pemberian kompensasi telah selesai seutuhnya. Namun, kejadian blackout tetap menjadi salah satu peristiwa bersejarah pada tahun 2019.
Baca juga: Cek Tagihan Listrik Anda, Apa Dana Kompensasi Pemadaman Sudah Masuk?
"listrik" - Google Berita
December 02, 2019 at 07:48AM
https://ift.tt/2DD0NBi
Kaleidoskop 2019: Blackout Listrik Setelah 22 Tahun - Kompas.com - KOMPAS.com
"listrik" - Google Berita
https://ift.tt/2I79PZZ
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kaleidoskop 2019: Blackout Listrik Setelah 22 Tahun - Kompas.com - KOMPAS.com"
Post a Comment