Seperti yang dialami para pasien rumah sakit di Venezuela awal tahun ini ketika aliran listrik terputus selama lima hari di seantero negeri, 'mati lampu' bisa berdampak jauh lebih mengerikan dari sekadar mati lampu.
Tak ada yang bisa dilakukan oleh para dokter. Di tengah kegelapan yang hanya disinari cahaya senter dan layar telepon genggam, para pegawai rumah sakit hanya bisa menyaksikan ketika seorang pasien menghembuskan nafas terakhirnya di hadapan mereka.
Perempuan tua itu dirawat karena memiliki gumpalan darah pada paru-parunya - penyakit biasa namun mematikan, yang sebenarnya bisa disembuhkan dengan obat-obatan dan perawatan menggunakan peralatan yang tepat.
Semua yang dibutuhkan para dokter untuk menyelamatkannya - termasuk ventilator mekanik - sesungguhnya berada sangat dekat dari mereka, yaitu di unit perawatan intensif (ICU) beberapa lantai di bawah ruang perawatannya.
Akan tetapi karena tak ada listrik yang mengaliri rumah sakit sembilan lantai itu, mereka tak bisa memindahkan sang pasien. Tanpa listrik, lift rumah sakit tidak berfungsi.
Fenomena itulah yang juga terjadi di berbagai rumah sakit lain di seluruh Venezuela pada bulan Maret lalu ketika terjadi mati listrik nasional selama lima hari, menyusul krisis ekonomi dan politik yang merundung negara di selatan benua Amerika itu.
Tanpa persiapan apapun sebelum aliran listrik terputus, mesin generator listrik cadangan yang dimiliki beberapa rumah sakit tidak dapat berfungsi, sementara beberapa lainnya hanya memiliki cadangan daya yang cukup untuk menjaga fungsi beberapa bangsal yang paling vital.
Hingga akhirnya listrik kembali menyala, diperkirakan 26 orang meninggal dunia di berbagai rumah sakit di negeri itu akibat putusnya aliran listrik.
Angka itu dicatat oleh Doctors for Health, sebuah kelompok yang secara khusus mengamati penanganan medis di tengah berkembangnya krisis kesehatan di Venezuela.
Di antara mereka yang wafat adalah para pasien gagal ginjal yang tidak bisa menjalani prosedur dialisis yang sangat vital bagi perawatan mereka. Selain itu juga para pasien korban penembakan yang tidak bisa melakukan operasi terhadap mereka di tengah kegelapan.
Selain kematian, ada kisah-kisah di mana para perempuan hamil terpaksa harus melahirkan di dalam gelapnya bangsal rumah sakit kala itu, para dokter yang merawat pasien dan melakukan operasi dengan menggunakan cahaya dari handphone sebagai sumber penerangan, hingga bayi-bayi yang harus ditidurkan di dalam mesin inkubator yang tak menyala.
"Bayi-bayi ini memerlukan perawatan khusus dan tanpa listrik untuk menyalakan mesin inkubator, para staf di unit neonatal terpaksa harus menggunakan selimut untuk menjaga bayi-bayi ini tetap hangat," kata Julio Castro, dari sekolah kedokteran di Central University of Venezuela yang telah membantu mengumpulkan data bagi Doctors for Health, menggambarkan berbagai cerita yang disampaikan para pegawai rumah sakit kepadanya ketika pemadaman listrik itu terjadi.
"Ketika mesin ventilator mati, para suster dan dokter harus secara manual memompa menggunakan alat paru karet," katanya. "Mereka memompa bergantian agar para pasien tetap hidup."
Masalah pemadaman listrik ini juga terjadi di luar rumah sakit. Para lansia yang tinggal di lantai-lantai atas rumah susun harus dibawa turun.
Orang-orang harus memasak makanan dengan menggunakan api dan makan ditemani cahaya lilin.
Tanpa listrik, banyak makanan yang harus dibuang karena kulkas yang tak berfungsi, lampu lalu lintas mati, sistem transportasi pun mogok.
Selain itu, mesin pompa yang mengalirkan air ke rumah-rumah warga juga berhenti bekerja, membuat warga mencari air hingga ke sungai, kali dan bahkan selokan.
Sepanjang tahun, Venezuela telah mengalami berulang kali mati listrik. Beberapa di antaranya singkat dan di daerah tertentu - hanya beberapa menit saja, sementara sisanya berjam-jam dan bahkan hingga berhari-hari.
Seiring waktu, Castro dan rekan-rekannya mencatat semakin banyak kasus kematian.
"Bahkan dengan mati lampu empat jam saja di rumah sakit, kondisinya jauh dari normal," kata Castro.
"Masalah dengan suplai air bahkan lebih buruk. Ada beberapa rumah sakit yang harus meminta pasien mereka untuk membawa air sendiri-sendiri karena suplai air yang tidak cukup."
Situasi yang ia gambarkan hampir tampak seperti kiamat di negara yang sampai beberapa tahun lalu masih menyandang gelar sebagai salah satu negara terkaya di Amerika Selatan dan memiliki sumber minyak terbesar di dunia.
Meskipun pemerintah Venezuela menyalahkan upaya sabotase dan para teroris atas padamnya listrik yang terjadi, pihak lain justru menyalahkan buruknya investasi dan penelantaran jaringan listrik selama bertahun-tahun sebagai penyebab.
Namun demikian, fenomena padamnya listrik dengan jangkauan luas dan untuk periode yang lama, yang dikenal dengan nama peristiwa langit hitam, tidak hanya terjadi kepada negara-negara yang hampir bankrut.
Setiap tahun, jutaan warga AS dan Kanada harus bergelap-gelapan di tengah badai yang merobohkan jaringan listrik.
Pada bulan Juni tahun ini, hampir seluruh Argentina, Uruguay dan Paraguay mengalami mati listrik yang berdampak pada 40 juta penduduk di sana.
Pada Agustus, hampir satu juta warga Inggris harus hidup tanpa listrik, sejumlah penumpang kereta listrik terjebak di dalam gerbong, ketika sambaran petir mematikan secara bersamaan pembangkit listrik tenaga gas dan angin.
Akan tetapi, kejadian-kejadian itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan terputusnya aliran listrik besar-besaran di masa depan yang dikhawatirkan para pakar.
Peningkatan permintaan suplai listrik akibat peningkatan populasi dan teknologi baru seperti mobil listrik dikhawatirkan akan meningkatkan ketidakstabilan pasokan seiring proses peralihan ke sumber energi terbarukan seperti angin dan matahari. Kondisi cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim semakin meningkatkan risiko pasokan listrik tersebut.
"Sangat banyak aspek kehidupan kita dan hampir semua yang kita lakukan bergantung pada energi, khususnya suplai energi listrik," kata Juliet Mian, direktur teknik Resilience Shift, sebuah lembaga inisiator yang bertujuan untuk membantu organisasi dan perorangan untuk mengantisipasi kegagalan dalam infrastruktur yang kritis.
"Kita sebelumnya kerap mengatakan 'ketika mati lampu', tapi matinya lampu adalah kekhawatiran kita yang paling remeh saat ini."
Juliet benar. Meskipun istilah "langit yang hitam" menggambarkan - mungkin - dampak paling terlihat dari putusnya aliran listrik yang luas, hal itu tidak menggambarkan skala sebenarnya dari dampak yang dirasakan di lapangan.
Di dunia modern seperti saat ini, hampir segalanya, dari sistem keuangan hingga jaringan komunikasi kita, amat sangat bergantung pada listrik.
Infrastruktur vital lainnya seperti suplai air dan sistem pembuangan juga bergantung pada listrik untuk menyalakan mesin pompa agar semuanya terus mengalir.
Tanpa listrik, mesin pompa minyak di SPBU akan berhenti bekerja, petunjuk jalan, lampu lalu lintas dan sistem perkeretaapian pun akan mati. Jaringan transportasi aka mogok.
'Rantai makanan' kita yang kompleks pun akan berantakan tanpa komputer yang dapat mengoordinir di mana bahan makanan akan disimpan, atau bahan bakar untuk mendistribusikannya, atau lemari es untuk mengawetkannya.
Pendingin ruangan hingga pemanas ruangan pun bergantung pada pasokan listrik.
Sekitar 100 tahun lebih yang lalu, kota-kota di dunia berjalan dengan tenaga manusia dan hewan untuk mengangkut sembako maupun sampah.
Sementara infrastruktur modern kita kini sangat bergantung pada aliran listrik.
"Di dunia kita sekarang, sistem-sistem kita ini amat sangat ketergantungan satu sama lain dan sangat sulit untuk mencari sistem-sistem yang yang tidak bergantung pada listrik," kata Mian.
"Skenario langit hitam akan memengaruhi setiap orang."
Penyebab fenomena langit hitam itu banyak. Mulai dari bencana alam seperti badai petir atau gempa bumi, hingga badai geomagnet yang dipicu jilatan sinar matahari yang menghantarkan serbuan partikel listrik ke seluruh sistem Tata Surya dan dapat menjebol jaringan listrik.
Fenomena gangguan geomagnet sendiri pernah menyebabkan terputusnya aliran listrik selama sembilan jam di Kanada pada tahun 1989.
Dewan Keamanan Infrastruktur Listrik, badan internasional yang menelaah ancaman terhadap jaringan listrik, juga mendata ancaman manusia yang dapat menyebabkan terjadinya mati listrik massal.
Yang dimaksud termasuk serangan teroris siber atau serangan fisik yang terkoordinir terhadap infrastruktur energi seperti stasiun pembangkit listrik.
"Jaringan listrik nasional kami adalah buah upaya luar biasa dari rekayasa teknis yang telah menyokong pertumbuhan pesat perekonomian di seluruh dunia," kata Melissa Lott, peneliti di Pusat Kebijakan Energi Global Columbia University di New York.
"Namun diperlukan lebih banyak investasi jika ingin menjaga agar jaringan listrik kita bisa berjalan beriringan dengan dunia teknologi yang cepat berubah dan meningkatnya kondisi cuaca ekstrem."
Ia mengatakan bahwa meskipun peristiwa langit hitam sangat jarang terjadi, dampak parah yang disebabkannya terhadap dunia usaha dan kehidupan warga berarti lebih banyak hal yang perlu dilakukan - tidak hanya untuk memperbarui jaringan dan manajemen kelistrikan, tapi juga memperbaiki infrastrukturnya agar lebih tahan dari ancaman fisik seperti banjir.
"Pada musim panas tahun 2012, pemadaman listrik di India memutus aliran listrik ke 600 juta penduduk selama dua hari.
Di Puerto Rico, Badai Maria meluluhlantakkan infrastruktur di seantero pulau, membuat warga tinggal di dalam kegelapan dan memicu krisis kemanusiaan.
Pada tahun 2018, gempa bumi di pulau Hokkaido Jepang menyebabkan lima juga orang tanpa listrik. Agar kejadian-kejadian ini tidak menjadi suatu hal yang biasa, dan untuk meminimalisir dampaknya, kita harus berinvestasi pada jaringan listrik kita."
Menyiapkan langkah-langkah untuk mengatasi semua potensi ancaman itu tentu sulit dan mahal. Sistem-sistem yang bersifat vital dapat dilindungi dari potensi serangan manusia maupun gelombang elektromagnetik.
Meski demikian, memang ada pula hal-hal yang tidak bisa direncanakan sebelumnya yang dapat mengganggu aliran listrik pada jaringan listrik kita yang memang kompleks dan rapuh.
Contohnya seperti yang terjadi pada September 2003 ketika sebuah pohon yang tumbang ikut merobohkan jalur listrik di Lukmanier Pass, Swiss menuju Italia. Lantas, 24 menit kemudian pohon lain pun tumbang dan menimpa jalur listrik di dekat Great St Bernard.
Terputusnya jaringan listrik di kedua jalur kunci itu menyebabkan putusnya sejumlah koneksi jaringan listrik Eropa, yang memicu padamnya seluruh pembangkit listrik di Italia. Seantero Italia 'mati lampu' hanya gara-gara dua pohon tumbang.
Jaringan listrik modern yang semakin saling terhubung dan kompleks membuat kegagalan sistem seperti itu semakin sulit untuk diprediksi.
Sebagian besar wilayah Eropa kini menjalankan jaringan listrik terbesar di dunia yang saling terhubung - yang menyuplai lebih dari 400 juta penduduk di 24 negara. Sementara sistem kelistrikan Amerika Serikat terdiri atas lima jaringan utama.
Akan tetapi ada juga beberapa negara yang tengah mencari cara untuk mengantisipasi potensi padamnya listrik dan kini menyusun rencana untuk memanfaatkan bantuan teknologi kecerdasan buatan untuk menolong mereka menghadapi masalah kompleks itu.
Ketika sebuah pembangkit listrik padam, misalnya, ia bisa menyebabkan peningkatan beban secara mendadak pada pembangkit listrik lain yang ada pada jaringan yang sama, yang kemudian menyebabkan kinerja pembangkit-pembangkit tersebut melambat.
Kelompok peneliti di institut Fraunhofer Gesellschaft di Ilmenau, Jerman, baru-baru ini mengungkapkan bahwa mereka tengah mengembangkan sistem AI (kecerdasan buatan) untuk dapat mendeteksi gangguan-gangguan itu secara otomatis dan menyelesaikan masalah tersebut.
Departemen Energi AS juga mengucurkan dana sebesar AS$7 juta (Rp98 miliar) untuk meneliti teknologi kecerdasan buatan, bukan hanya agar bisa memprediksi potensi putusnya aliran listrik dan membaca anomali yang mungkin bisa menyebabkan masalah yang lebih besar, tetapi juga membantu menemukan cara untuk bisa menjaga suplai listrik ketika masalah terjadi.
Jaringan listrik juga dapat melindungi diri dengan meningkatkan jumlah cadangan listrik dalam baterai-baterai berskala besar yang mereka miliki, sehingga suplai listrik tersebut dapat dialirkan ketika pembangkit listrik mati mendadak.
Meski demikian, menurut Mian, merupakan hal yang mustahil untuk bisa benar-benar melindungi jaringan listrik kita dari insiden putusanya aliran listrik.
"Pada dasarnya kita tidak bisa merancang sistem-sistem yang kita miliki untuk terhindar dari kegagalan sistem," ungkapnya. "Ada begitu banyak kerumitan dalam sistem yang kita miliki, di mana kegagalan sistem ini bisa saja terjadi berturut-turut dan semakin meluas, yang artinya bahwa kegagalan sistem ini seringkali tidak terhindarkan.
"Apa yang bisa kita lakukan adalah merancang agar sistem kita dapat memberikan respons dan pulih dengan cepat."
Itulah yang coba diperbaiki oleh Resilience Shift. Mereka telah menjalankan sejumlah latihan dengan berkolaborasi bersama Dewan Keamanan Infrastruktur Listrik (EIS) yang membantu organisasi besar, kampus, sekolah, komunitas bahkan warga biasa untuk mempersiapkan diri menghadapi peristiwa yang bisa menyebabkan pemadaman listrik massal selama beberapa hari.
Latihan Respons Bahaya Lintas Sektor alias The Emergency All-sector Response Transnational Hazrd Exercise (Earth Ex) merupakan sebuah latihan online yang mendorong orang-orang untuk melatih diri dalam mengambil keputusan dan menjalankannya ketika sesuatu yang buruk terjadi. (Silakan coba sendiri menggunakan Earth Ex untuk mengetahui seberapa siap Anda.)
"Kami ingin orang-orang memikirkan hal-hal ini jauh sebelum masalah sebenarnya terjadi," ujar John Heltzel, direktur perencanaan pertahanan EIS.
"Ini penting, karena ketika jaringan listrik padam, terdapat risiko dampak yang berturut-turut dari apa yang awalnya tampak seperti peristiwa kecil biasa."
Efek berturut-turut inilah titik di mana masalah sebenarnya tejadi. Seperti yang dialami oleh warga Venezuela, ketika layanan dasar seperti suplai air berhenti saat listrik padam.
"Pada dasarnya (seperti) kembali ke era kegelapan," kata Heltzel.
Anda dapat membaca artikel ini dalam bahasa Inggris pada What would happen in an apocalyptic blackout? di laman BBC Future.
"listrik" - Google Berita
November 07, 2019 at 01:09PM
https://ift.tt/2WOquYr
Apa yang akan terjadi jika aliran listrik tiba-tiba mati untuk selamanya? - BBC Indonesia
"listrik" - Google Berita
https://ift.tt/2I79PZZ
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Apa yang akan terjadi jika aliran listrik tiba-tiba mati untuk selamanya? - BBC Indonesia"
Post a Comment